Kini posisinya digantikan Hisham Muhammad Al Saeedi yang ditunjuk oleh Gubernur Mabkhout Mubarak.
Essam Al Katiri telah menjadi pemimpin de facto Lembah Hadramaut khususnya pada era Presiden Mansour Hadi.
Walau begitu di akun Twitternya, Essam Al Katiri masih menyebut sebagai Wakil atau Deputi Gubernur di Lembah Hadramut bekas wilayah negara Al Katiri dan beberapa kesultanan turunannya seperti Kesultanan Tarim dan Kesultanan Quaiti.
Hal itu dapat difahami karena lembaga arbitase adat atau pengadilan kepala suku dan dikenal sebagai Murjiiyah atau rujukan, menganulir dan membatalkan pemecatan Essam Al Kathiri tersebut.
Bahkan lembaga adat Hadramaut itu mendorong Essam Al Kathiri untuk tetap bekerja untuk kebaikan bersama.
Adanya dualitas kepemimpinan di Lembah Hadramaut itu bukan hal luar biasa.
Jika gubernur Mabkhout Mubarak ingin mengimplementasikan keputusannya maka dia harus mengirim kekuatan ke lembah Hadramaut yang tentunya akan mendapat penolakan dari warga.
Sejumlah pihak telah diorganisasi oleh Mukkalla untuk demo menentang kehadiran pasukan pemerintah dari Lembah Hadramaut yang pro ke Essam Al Katiri dan demo terpisah juga dilakukan untuk menentang pasukan STC yang pro ke gubernur.
Fenomena hampir serupa terjadi di Provinsi Mahra yang juga menjadi wilayah Hadramaut, sejumlah aksi demo dilakukan untuk menentang kehadiran milisi-milisi pro politik kekuasaan. Mahra menjadi salah satu daerah yang dikuasai penuh oleh pasukan pemerintah dan belum dimasuki oleh kelompok separatis STC.
Walau begitu Mahra bukanlah daerah penghasil migas sebagainana Hadramaut dan Mukalla.
Jika konflik kekuasaan ini terjadi bukan tak mungkin Essam Al Kathiri akan mendukung berdirinya kembali beberapa negara bagian seperti Al Katiri, Tarim, Quaiti dll walau tetap berada di bawah otorita Lembah Hadramaut karena secara ekonomi lembah ini cukup mandiri dan jarang diperhatikan pemerintah kecuali sejak pemberontakan Houthi di Sanaa pada 2015 lalu.
0 komentar:
Posting Komentar