‎Ketika Sultan Aceh Bergelar Raja Batak, Dibantu Puak Meliala Melawan Portugis

 
‎Sosok Sultan Alauddin al-Qahhar dari Aceh bukan hanya tercatat dalam sejarah sebagai penguasa yang gigih melawan Portugis, namun juga sebagai pemimpin regional yang menyatukan berbagai suku dan etnis dalam upaya pertahanan maritim sehingga dikenal sebagai Raja Batak selain sebagai Sultan Aceh, Barus, Pedir, Pasai dan Daya.
‎Dalam berbagai ekspedisinya di Selat Malaka, Sultan Alauddin memimpin pasukan multietnis yang sangat kuat, termasuk dari kalangan Turki Utsmani, Arab, Habsyi, dan pasukan Muslim dari pantai barat India, Malabar.
‎Pasukan dari pantai Malabar, wilayah pesisir India barat daya, dikenal sebagai kaum Malayali, ikut ambil bagian penting dalam ekspedisi Sultan Aceh. Tercatat 200 prajurit Malabar turut memperkuat barisan elite pasukan Aceh bersama 160 orang Turki. Mereka bukan sekadar pasukan bayaran, namun memiliki hubungan keagamaan dan ideologis yang kuat dengan Kesultanan Aceh dalam semangat jihad melawan penjajahan Portugis di Asia Tenggara.
‎Orang-orang Malayali ini berasal dari suku mayoritas di Kerala, India. Mereka adalah penutur bahasa Malayalam dan memiliki tradisi maritim yang kuat sejak masa kerajaan Zamorin di Calicut. Hubungan dagang dan keislaman antara Aceh dan Malabar telah terjalin sejak lama, dan ketika Sultan Aceh meminta bantuan, pasukan dari Malabar tidak segan turut serta dalam pertempuran, bahkan sampai ke pedalaman Sumatera. 
‎Dalam berbagai ekspedisi, para prajurit Malabar dikenal karena keberanian dan kekuatan mereka. Banyak dari mereka yang tidak kembali ke tanah asalnya, dan kemudian berbaur dengan penduduk lokal. Sebagian dari keturunan mereka diyakini menjadi bagian dari masyarakat Karo, pada marga Meliala/Melala dalam rumpun marga Sembiring Meliala. Meliala juga termasuk dalam beberapa marga yang disebut dalam legenda Batak 27 di Tanah Gayo.
‎Marga Meliala merupakan salah satu marga penting dalam komunitas Karo yang dikenal memiliki akar sejarah dari kelompok pedahang yang juga berjasa dalam pembentukan kekuatan militer lokal. Kata “Meliala” sendiri diyakini oleh beberapa peneliti berasal dari pengucapan lokal terhadap kata “Malayali,” yakni suku bangsa dari Kerala yang menetap di pesisir Singkil dan pantai Timur Sumatera.
‎Rumpun Sembiring dalam tradisi Karo adalah kumpulan marga yang diadopsi dari elemen-elemen luar, seperti keturunan pendatang atau tokoh asing yang telah menyatu dalam adat dan budaya Karo khususnya setelah era Chola. Meliala termasuk di dalamnya bersama marga lain seperti Brahmana, Depari, dan Kembaren. Dalam hal ini, Meliala adalah warisan sejarah hubungan antara Aceh, Malabar, dan Batak.
‎Gelar Raja Batak yang disandang oleh Sultan Alauddin tidak hanya bersifat simbolis. Ia secara aktif mengontrol jalur pedalaman dan mengarahkan penyebaran Islam hingga ke daerah-daerah yang sebelumnya terisolasi. Dukungan dari pasukan India seperti Malayali memungkinkan kekuasaan Aceh merambah lebih dalam ke hulu sungai dan kawasan pegunungan.
‎Sultan Alauddin juga memperluas wilayahnya ke bekas wilayah Samudera Pasai seperti Aru, wilayah yang sempat menjadi sekutu Portugis dan Johor dalam perang segitiga. Ia membawa Sultan Johor sebagai tawanan ke Aceh dan menobatkan penguasa baru, memperluas pengaruh Aceh dari pesisir barat hingga selatan Sumatera. Semua ini tidak lepas dari bantuan pasukan multietnis yang ia bangun sejak awal pemerintahannya.
‎Sultan Alauddin menyadari bahwa perlawanan terhadap Portugis tidak mungkin hanya bergantung pada kekuatan lokal. Maka ia menjalin aliansi dengan Turki Utsmani, meminta bantuan militer, dan menerima teknologi persenjataan terbaru dari dunia Islam, yang saat itu juga sangat diperlukan dalam melindungi jalur pelayaran haji yang selalu dibajak dan diganggu Portugis. Bantuan ini memperkuat Aceh sebagai benteng Islam terbesar di Asia Tenggara saat itu.
‎Di sisi lain, keterlibatan orang-orang Malabar menegaskan posisi penting Kerala dalam jaringan Islam internasional. Sebagai pelaut dan saudagar, mereka membawa lebih dari sekadar barang dagangan: mereka juga membawa identitas, agama, dan loyalitas kepada kekuatan Islam melawan imperialis Eropa. Banyak keturunan orang Malabar/Malayali yang menjadi ulama di nusantara.
‎Identitas Meliala di Tanah Karo menjadi saksi sejarah tentang bagaimana migrasi militer bisa bertransformasi menjadi bagian dari struktur sosial lokal. Mereka tidak hanya dikenang sebagai pendatang, tetapi juga sebagai bagian dari pertahanan dan adat Karo sendiri.
‎Perjalanan sejarah ini menunjukkan bahwa Aceh bukan hanya kerajaan pesisir, tapi juga kekuatan regional yang menjangkau daratan tinggi dan menyatukan berbagai unsur. Dari Turki hingga Malabar, dari Arab hingga Batak, semuanya menyatu dalam semangat mempertahankan marwah Islam dan menolak penjajahan.
‎Meskipun pembebasan ke Melaka tidak berhasil secara permanen, meski dibantu pasukan ekspedisi Jihad dari Jawa (Ratu Kalinyamat?), namun dampak dari gerakan militer Sultan Alauddin dirasakan dalam jangka panjang. Portugis kehilangan banyak pijakan, dan jaringan perlawanan di seluruh Sumatera diperkuat.
‎Dalam masa damai setelah ekspedisi besar, Aceh berkembang menjadi pusat ilmu, diplomasi, dan perdagangan. Tapi ingatan akan para pejuang asing, termasuk Malayali dari Malabar, tetap hidup dalam nama-nama keluarga dan marga di wilayah Sumatera Utara.
‎Hari ini, sedikit yang tahu bahwa marga Meliala di Tanah Karo menyimpan jejak dari prajurit Muslim India yang ikut bertempur demi Sultan Aceh. Namun dalam budaya lisan dan silsilah adat, nama-nama ini tetap dihormati sebagai bagian dari sejarah besar Nusantara.
‎Sultan Alauddin bukan hanya Raja Aceh, tetapi juga simbol penyatuan antara kekuatan laut dan darat. Sebagai Raja Batak, ia menunjukkan bahwa strategi militer tidak hanya bergantung pada wilayah, tetapi juga pada kemampuan membentuk aliansi lintas benua.
####-------+

Berikut adalah isi teks dalam gambar dalam ejaan asli Belanda:

---

Zijn opvolger heette Alla-eddin-shah en droeg, volgens de Maleische kronieken, den bijnaam van Keher of de machtige, naar aanleiding zijner groote ondernemingen. Hij voerde de weidsche titels van Koning van Atchin, Baroes, Pedir, Pasei, Daja en Batta, vorst van het land der beide zeeën en der gouden mijnen van Menangkabau.

Hij is vooral bekend geworden door zijn herhaalde aanslagen tot verovering van Malakka. De beide eersten hadden in het jaar 1537 plaats, weinige maanden na elkander, toen hij met drie duizend man in stilte de stad naderde, maar door den gouverneur Estavano de Gama, die hem was te gemoet getrokken, geslagen werd.

De Atchineezen vluchtten in de bosschen, waar zij zich, gedurende den volgenden dag, nog trachtten staande te houden, maar, na groot verlies, genoodzaakt werden zich wederom in te schepen. Toen hij later met een grootere macht kwam opdagen, waren inmiddels de vestingwerken hersteld en versterkt, zoodat hij wederom onverrichter zake moest huiswaarts keeren.

In 1547 rustte hij weder een vloot tegen Malakka uit en deed hij wederom eene landing, maar bepaalde zich tot —

Berikut terjemahan isi teks gambar ke dalam bahasa Indonesia:

---

Penggantinya bernama Alla-eddin-shah dan, menurut kronik-kronik Melayu, dijuluki Keher atau Yang Perkasa, karena besarnya usaha-usahanya. Ia memegang gelar-gelar agung sebagai Raja Atjeh, Barus, Pedir, Pasai, Daya, dan Batak, serta penguasa atas negeri di antara dua lautan dan tambang-tambang emas di Minangkabau.

Ia terutama dikenal karena serangan-serangannya yang berulang untuk menaklukkan Malaka. Dua serangan pertamanya terjadi pada tahun 1537, hanya beberapa bulan berselang satu sama lain, ketika ia dengan tiga ribu orang mendekati kota secara diam-diam, tetapi dikalahkan oleh gubernur Estavano de Gama, yang menghadangnya.

Pasukan Aceh melarikan diri ke hutan, tempat mereka berusaha bertahan selama sehari berikutnya, namun karena menderita kerugian besar, mereka terpaksa mundur dan kembali ke kapal. Ketika ia kemudian kembali dengan kekuatan yang lebih besar, benteng-benteng kota telah diperbaiki dan diperkuat, sehingga ia sekali lagi harus pulang tanpa hasil.

Pada tahun 1547, ia kembali mempersenjatai armada untuk menyerang Malaka dan kembali melakukan pendaratan, tetapi kali ini membatasi dirinya hanya pada—

---

Bagian terakhir terputus di halaman ini. 

Teks dari Ridwan Selian Te

https://www.facebook.com/share/p/1AzZisBYos/

SHARE

About peace

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Terbaru