Protokol Pressure Cooker Genosida Israel: Senjata Perang Psikologis, Memanggang Tubuh Palestina untuk Tontonan Dunia


Di balik hiruk-pikuk konflik Timur Tengah, Israel telah mengembangkan metode perang tak konvensional yang dikenal sebagai **"Pressure Cooker Protocol"**. Strategi ini dirancang untuk menghancurkan mental dan fisik lawan dengan cara yang sistematis, bukan hanya di medan perang, tetapi juga melalui penderitaan warga sipil. Targetnya jelas: memaksa Lebanon, Palestina, dan Suriah menyerah pada keinginan Israel tanpa syarat.  

Sejak 2006, Israel mulai menerapkan strategi ini secara terstruktur di Lebanon. Pemboman infrastruktur vital seperti pembangkit listrik, jaringan air, dan rumah sakit bukanlah kesalahan intelijen, melainkan bagian dari rencana besar. Dengan memutus akses listrik selama berbulan-bulan, Israel menciptakan kepanikan massal yang melumpuhkan kehidupan sehari-hari. Warga yang lelah kemudian diharapkan akan menyalahkan Hizbullah sebagai pemicu konflik.  

Di Gaza, skenario serupa terjadi dengan intensitas lebih kejam. Blokade selama 17 tahun telah mengubah wilayah itu menjadi "penjara terbuka" terbesar di dunia. Menurut PBB, 97% air di Gaza tidak layak konsumsi akibat pembatasan impor bahan penjernih oleh Israel. Ini adalah pressure cooker dalam bentuk paling nyata: perlahan meracuni populasi hingga mereka tak punya pilihan selain tunduk.  

Suriah juga tidak luput dari taktik ini. Serangan udara Israel yang kerap menargetkan Bandara Damaskus bukan sekadar upaya menghentikan suplai senjata Iran. Tujuannya lebih luas: mengisolasi ekonomi Suriah dan mempercepat kehancuran negara yang sudah porak-poranda akibat perang saudara. Dengan membuat rakyat menderita, Israel berharap rezim Assad akan melemah.  

Mantan pejabat Mossad, Yossi Alpher, pernah membocorkan doktrin taktis Israel: "Jika musuh tidak menyerah, hancurkan tempat tidur mereka." Dalam konteks pressure cooker, ini berarti menyerang hal-hal paling dasar yang dibutuhkan manusia—tempat tinggal, makanan, dan rasa aman. Laporan UNICEF menunjukkan, 9 dari 10 anak di Gaza menderita trauma berat akibat serangan Israel.  

Yang membuat pressure cooker begitu efektif adalah sifatnya yang multi-dimensi. Ini bukan hanya perang fisik, tetapi juga perang informasi. Israel menggunakan pesan suara dan ancaman melalui media sosial untuk memperbesar teror psikologis. Di Lebanon Selatan, warga kerap menerima pesan otomatis: "Evakuasi atau mati." Taktik ini sengaja dirancang untuk menciptakan kepanikan massal.  

Namun, pressure cooker memiliki kelemahan fatal. Alih-alih melemahkan perlawanan, strategi ini justru menyatukan warga di bawah tekanan yang sama. Di Lebanon, dukungan pada Hizbullah malah meningkat 25% pasca-serangan 2023. Di Gaza, gerakan Hamas menemukan rekrut baru di tengah puing-puing rumah yang hancur. Israel seperti terjebak dalam paradoks: semakin keras mereka menekan, semakin kuat pula resistensinya.  

PBB mencatat, 85% korban pressure cooker adalah warga sipil yang tidak terlibat perang. Ini jelas melanggar Konvensi Jenewa, tetapi Israel terus lolos dari hukuman berkat perlindungan Amerika Serikat. Veto AS di DK PBB telah digunakan 43 kali sejak 1972 untuk membela Israel dari resolusi kritik.  

Di tingkat global, pressure cooker mulai menuai kecaman. Jurnalis Prancis, Sylvain Cypel, menyebutnya sebagai "terorisme negara yang dilegalisasi". Sementara itu, aktivis hak asasi manusia menggugat perusahaan senjata seperti Lockheed Martin yang memasok bom untuk strategi ini. Namun, tanpa tekanan politik riil, pressure cooker tetap menjadi senjata andalan Israel.  

Masa depan strategi ini kini dipertanyakan. Dengan bangkitnya kesadaran global melalui media sosial, penderitaan warga Palestina, Lebanon, dan Suriah semakin sulit disembunyikan. Aksi boikot produk Israel yang mendukung pendudukan (BDS) semakin meluas. Pressure cooker mungkin efektif secara taktis, tetapi secara strategis, ini sedang merusak legitimasi Israel di mata dunia.  

**Epilog**: Di sebuah tenda pengungsian di Gaza, seorang anak menggambar matahari dengan krayon. "Aku ingin lihat lampu nyala lagi," katanya. Gambaran sederhana itu adalah bukti: selama pressure cooker terus berjalan, generasi baru musuh Israel justru sedang lahir dari puing-puing kehancuran.

SHARE

About peace

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

Terbaru