ilustrasi |
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (Kadis ESDM) Aceh, Mahdinur, menyampaikan hal ini ketika menjawab Serambi, Rabu (29/8). “Penerimaan yang besar itu baru akan bisa diterima Pemerintah Aceh, jika Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) yang menjadi perpanjangan tangan Pemerintah Aceh bisa kuat memainkan peran usaha kerja sama bidang migas kepada setiap perusahaan nasional, asing, dan swasta nasional yang beroperasi di Aceh,” kata Mahdinur.
Menurutnya, saat ini Triangle Pase Inc sudah bekerja sama dengan PDPA dan telah memberikan keuntungan penjualan produksi bagi hasil migas kepada PDPA sekitar Rp 300- 500 juta/bulan. Bagi hasil ini diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. “PDPA masih bisa menerima 10 persen atau lebih dari pembagian Partisipasi Interest (PI) atas beroperasinya perusahaan migas di Aceh. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 tahun 2016 tentang Penambahan Penyertaan Modal Saham Pemerintah kepada Perusahaan Perseroan,” kata Mahdinur.
Mahdinur mencontohkan, di Kabupaten Bojonegoro, perusahaan daerah itu sudah menerima 10 persen atas pelaksanaan operasi perusahaan migas di daerah tersebut melalui pos penerimaan Partisipasi Interest (PI), sehingga hal ini juga berlaku di Aceh dari setiap perusahaan migas yang beroperasi di daerah ini. Namun, agar bisa menerima dana PI itu, kata Mahdinur, perusahaan daerah harus sehat dan kuat lebih dulu kepengurusan manajemen, tata kelola keuangan dan modal.
“Aceh memiliki dana cadangan pendidikan dan dana cadangan nonpendidikan di Bank Aceh Syariah sekitar Rp 900 miliar - Rp 1 triliun lebih. Sebagian dana cadangan itu, bisa diambil dan disertakan ke dalam penyertaan modal saham perusahaan migas yang beroperasi di Aceh, sehingga pada akhir tahun setelah RUPS, Pemerintah Aceh mendapat pembagian deviden atau dana PI yang besar,” saran Mahdinur.
Lebih lanjut, Mahdinur mengatakan dana cadangan Pemerintah Aceh, hendaknya tidak ditempatkan pada satu lembaga keuangan yang memberikan keuangan standar, tetapi dijadikan penyertaan modal kepada perusahaan-perusahaan yang memberikan keuntungan yang jelas besar, seperti kepada perusahaan migas yang sudah berproduksi. “Keuntungan yang diperoleh Pemerintah Aceh bisa dua sampai tiga kali lipat dibanding penempatan dana cadangan yang besar pada satu lembaga keuangan,” kata Mahdinur.
Kadis ESDM Aceh, Mahdinur, menambahkan kehadiran empat perusahaan migas di Aceh merupakan peluang bagi Pemerintah Aceh untuk bisa mengembalikan kejayaan penerimaan daerahnya dari produksi migas pada tahun 2000 - 2010. Ketika itu PT Arun dan Mobil Oil masih mengekspor migas dari terminal Arun ke Jepang dan Korea. “Caranya PDPA selaku perpanjangan tangan Pemerintah Aceh untuk berbisnis dalam bidang migas ‘disehatkan’ manajemen dan permodalannya. Begitu juga Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA),” saran Mahdinur.
Mahdinur mencontohkan masa tugas kepengurusan lama PDPA yang sudah habis agar segera direkrut pengurus baru, yaitu orang-orang berkompeten, kredibel, profesional serta jujur untuk menjalankan roda usaha PDPA. “Ini merupkan kesempatan bagi Pemerintah Aceh untuk tidak menjadi penonton atau setiap tahunnya menjadi penerima dana hibah atau CSR dari perusahaan migas,” ujar Mahdinur. Menurutnya, kemiskinan Aceh yang saat ini mencapai 15,50 persen dan pengangguran tujuh persen itu, bisa diturunkan jika PDPA dan BPMA bisa menjadi pemain dalam bisnis migas Aceh. (sumber)
0 komentar:
Posting Komentar