ilustrasi |
Para Kepala SKPK dalam Lingkup Pemko Subulussalam, Camat Simpang Kiri, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Civitas Akademik STIT mengikuti kegiatan tersebut.
Dalam sambutannya Walikota Subulussalam mengapresiasi kegiatan yang diselenggarakan oleh STIT yang didanai langsung oleh pemerhati kebudayaan sekaligus Sekda Kota Subulussalam H. Damhuri SP. MM, pungkasnya.
”SDM kita semakin hari kian meningkat dengan adanya STIT, ” ucap Sakti.
Seminar dan bedah buku tentang Hamzah Fansyuri beberapa kali telah kita lakukan termasuk yang terakhir di Jogyakarta pada saat lalu.
Kita perlu banyak literasi untuk digali dalam peradaban Kota Subulussalam, termasuk adanya kerajaan-kerajaan di Kota Subulussalam dan adanya hubungan Raja Sultan Daulat dengan Raja Sisingamangaraja, ungkap Sakti.
”Kita butuh penulis yang bisa menghadirkan harapan itu,” ungkapnya.
Dibangunnya Pesantren Hamzah Fansyuri di Oboh dan STIT Hamzah Fansyuri Subulussalam merupakan bentuk kepedulian pemda terhadap tokoh besar ulama sufi Hamzah Fansyuri.
Bahkan Presiden Susilo bambang Yudhoyonopun telah menganugerahkan Tanda Kebesaran Bintang Budaya Parama Dharma kepadanya pada tanggal 10 Agustus 2013, tutur Sakti.
Dalam paparan yang disampaikan oleh penulis H. Damhuri, SP. MM dan Muhajir Al Fairuzy masing-masing katakan bahwa buku Hamzah Fansyuri simbol peradaban Kota Subulussalam adalah buku saku untuk dimanfaatkan di lokasi wisata religi Oboh, pungkasnya H. Damhuri mengawali paparannya.
Saat ini belum ada buku apapun yang menyangkut hal tersebut, maka bersama Muhajir Al Fairuzy kami membuat untuk membantu bagi peziarah.
”Ada perbedaan pendapat terkait tempat lahir dan dan makam Syekh Hamzah Fansyuri,” ungkap Damhuri.
Ulama Aceh sepakat bahwa Syekh Hamzah Fansyuri dikubur di Oboh, maka kamipun tetap kukuh dengan pendapat itu, ucapnya.
Sementara Muhajir Al Fairuzy ungkapkan, Orang Aceh bangga dengan tokoh dari Singkil yaitu Syekh Hamzah Fansyuri dan Syekh Abdurrouf As-Singkili dengan keduanya Aceh terkenal dalam peradabannya, kata Muhajir.
” Identitas daerah itu penting untuk menjadi kebanggan kita,” pungkas Muhajir.
Subulussalam sangat maju dalam pembangunan namun apabila tanpa identitas daerah maka tidak ada artinya, tegasnya.
Saya melihat tidak ada literasi buku terkait Hamzah Fansyuri di Kota Subulussalam maka buku saku yang kita buat ini bisa membantu.
” Jadikan Subulussalam sebagai daerah literasi ilmiah terkait Hamzah Fansyuri, ” harapnya.
Perlu dbangunnya museum khusus berisi buku-buku karya besar Hamzah Fansyuri, bahkan Universitas Hamzah Fansyuripun bisa digagas dan diwujudkan sebagaimana halnya UIN Ar raniry di Banda Aceh, tutur Muhajir.
Amatan jurnalis dalam diskusi ada pro dan kontra terkait isi buku dan paham sufi Hamzah Fansyuri.
Diantara peserta bahkan ada yang mengatakan bahwa paham Hamzah Fansuri dikatakan sesat namun ditentang oleh peserta lainnya.
Muhajir yang merupakan Mahasiswa UGM Calon Doktoral di Universitas Gajah Mada Jogyakarta ungkapkan kekagumannya terhadap peserta yang mengikuti seminar bahkan ia meminta kepada penyelenggara untuk diadakan kembali seminar lanjutan terkait ini dengan materi yang lebih spesifik.
Menurutnya, ” kebenaran itu mutlak milik Allah, kajian ilmiah tidak mutlak kebenarannya pasti akan terus berkembang, ” ucap Muhajir. (sumber)
0 komentar:
Posting Komentar