ilustrasi |
Rumah bernama Sofwan House TREC FTUI ini menerapkan teknologi pembangkit listrik ramah lingkungan dan andal. Listrik yang dihasilkan berasal dari teknologi fuel cell atau sel bahan bakar dikombinasikan solar cell panel surya.
Peresmian ini dilaksanakan pada Kamis, 26 Oktober 2018, oleh Dekan FTUI Hendri D.S. Budiono. Donatur utama dari program ini yakni Direktur PT. Radiant Utama Interinsco Sofwan Farisi.
Direktur TREC FT UI Eko Adhi Setiawan mengatakan rumah yang terbuat dari kontainer ini dirancang sedemikian rupa agar kebutuhan listriknya dapat dipenuhi sendiri. Listrik dari PLN hanya digunakan sebagai cadangan saja.
“Listrik yang dihasilkan berasal teknologi fuel cell (sel bahan bakar) dan solar cell (panel surya) yang kemudian disimpan dalam baterai, untuk kemudian disebut dengan istilah Dual Cells,” ujar Eko kepada Tempo, Kamis, 25 Oktober 2018.
Menurut Eko, konsep rumah masa depan ini memadukan teknologi dual power dengan daur ulang kontainer bekas. Keuntungan dari rumah kontainer itu tidak perlu mengurus izin mendirikan bangunan. “Pembangunan pondasi juga diperlukan. Rumah ini juga tahan gempa, paling utama ramah lingkungan," ujarnya.
Rumah dengan model dua kontainer dijual dengan harga Rp 250 juta. “Kalau yang 1 kontainer harganya 150 juta sudah dengan air conditioner," paparnya.
Listrik yang dibangkitkan dari sistem dual cells tersebut, kata Eko kemudian disalurkan ke baterai. Selanjutnya tegangan dinaikkan melalui perangat yang disebut DCON dari 48 volt menjadi 230 Volt Direct Current (DC) atau tegangan searah.
“Listrik keluaran alat ini kemudian digunakan untuk menyalakan berbagai peralatan listrik rumah tangga, di mana biasanya peralatan rumah menggunakan tegangan listrik bolak balik (Altenating Current),” paparnya Eko.
Menurut Eko, perangkat dual power berkapasitas 2.500 sampai 4.000 Watt. Daya yang dihasilkan dapat digunakan untuk 1 sampai 3 rumah di perkotaan.
“Alat ini merupakan inovasi dan terobosan teknologi, sehingga ke depannya dapat lebih mengoptimalkan penggunaan listrik dari energi terbarukan, seperti panel surya dan turbin angin.”
Ia menjelaskan bahwa ide pembuatan sistem listrik dual power sudah dilakukan selama tiga tahun. Sejak tahun 2015 sudah dilakukan diskusi dan pembahasan. “Gagasan tertulis itu kami rancang dan desain, kemudian kami buat,” paparnya.
Keuntungan alat ini, kata Eko, bisa meminimalisir daya listrik tergabung kalau menggunakan arus AC. Jadi bisa lebih efektif daripada penggunaan inverter yang begitu kompleks. “Penghematan daya antara 6-17 persen," ucap dia.
Dekan FTUI Hendri D.S. Budiono menjelaskan alasan pengembangan teknologi DCON, yakni daya listrik yang dihasilkan lebih stabil. Hal lainnya dapat dibangkitkan langsung oleh panel surya yang dapat dipasang di atap rumah.
“Sehingga tidak terjadi perubahan konversi energi listrik dari DC ke AC yang menggunakan inverter yang sudah umum digunakan,” kata Hendri.
Alat DCON sendiri belum ada di pasaran, sehingga terbuka peluang hasil penelitian ini ke depannya akan menjadi teknologi alternatif bagi para pengguna energi terbarukan. "Dampaknya sistem kelistrikannya menjadi lebih efisien dan lebih terjangkau harganya,” ucap dia.
Menurut Hendri, adanya DCON memungkinkan sebuah rumah menggunakan dua sumber listrik yaitu AC dan DC. Konsep ini disebut Dual Power.
“Ide konsep dan istilah ini dicetuskan pertama kali oleh para peneliti TREC FTUI, dengan harapan menghadirkan listrik yang ramah lingkungan dan andal untuk peralatan di rumah tangga dan perkantoran,” papar dia. (sumber)
0 komentar:
Posting Komentar